Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BINJAI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
6/Pid.Pra/2024/PN Bnj TAUFIQ, S.T KEPALA KEJAKSAAN NEGERI BINJAI Persidangan
Tanggal Pendaftaran Selasa, 26 Nov. 2024
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 6/Pid.Pra/2024/PN Bnj
Tanggal Surat Selasa, 26 Nov. 2024
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1TAUFIQ, S.T
Termohon
NoNama
1KEPALA KEJAKSAAN NEGERI BINJAI
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Nomor        : 075/NM/Prapid/XI/2024
Hal            : PERMOHONAN PRA PERADILAN
Kepada Yth.
    KETUA PENGADILAN NEGERI BINJAI KELAS IB
Jl. Jenderal Gatot Subroto No.77, Bandar Senembah, Kec. Binjai Barat,
Kota Binjai, Sumatera Utara
Di –
    Binjai
Dengan Hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini    :
1.    MUHAMMAD NAZLY MAULANA, S.H., M.H.
2.    ERIZAL, S.H., M.H.
3.    RIZKY RAMADHAN, S.H.
Advokat/Penasihat Hukum yang berkantor di “LAW OFFICE NM & PARTNERS”, yang beralamat di Jalan Iskandar Muda Baru, Nomor 10-D Medan, Kelurahan Sei Putih Timur II, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, Kode Pos : 20118, Contact Person : 081252361582 (Nazly Maulana), Email : officelawnm@gmail.com, dalam hal ini selaku Kuasa Hukum berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 073/SKK/Pid/XI/2024 tertanggal 21 November 2024, oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama:
TAUFIQ, S.T, Lahir di Medan pada tanggal 09 Februari 1970, Jenis Kelamin Laki - laki, Kewarganegaraan Indonesia, Agama Islam, Pekerjaan Karyawan BUMD, bertempat tinggal di Jl. Marindal I Gg Balai Desa No. 9, Kelurahan Marindal, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, NIK 1207210902700001.
Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------- PEMOHON

Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap:
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA Cq. KEJAKSAAN TINGGI SUMATERA UTARA Cq. KEPALA KEJAKSAAN NEGERI BINJAI yang beralamat di Jl. Tengku Amir Hamzah, No. 378, Jati Makmur, Kec. Binjai Utara, Kota Binjai, Sumatera Utara 20351
Selanjutnya disebut sebagai ----------------------------------------------- TERMOHON
Adapun yang menjadi alasan – alasan Pemohon dalam mengajukan Permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut:

I.    PENDAHULUAN PERMOHONAN
Bahwa dalam melakukan Penyelidikan dan Penyidikan, Penyidik terlebih dahulu wajib melakukan penyidikan yang mendalam baik terhadap diri PEMOHON dan alat-alat bukti seperti saksi, barang bukti, ahli dan surat/dokumen yang berkaitan dengan perkara telah secara serta merta mengeluarkan 3 (tiga) Surat  masing – masing :
1)    Surat Penetepan Tersangka Nomor: Prin – 04/L.2.11/Fd.2/11/2024 tanggal 13 November 2024 yang dikeluarkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Binjai;
2)    Surat Pemberitahuan Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi Nomor: B-4390/L.2.11/Fd.2/11/2024 tanggal 13 November 2024 yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Negeri Binjai;
3)    Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-575/L.2.11/Fd.2/05/2023 tanggal 16 Mei 2023 jo. Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-575.a/L.2.11/Fd.2/11/2023 tanggal 15 November 2023 yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Negeri Binjai;
Bahwa PEMOHON menilai terdapat kekeliruan dalam menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan Keuangan dan Dana Penyertaan Modal pada PDAM Tirtasari Kota Binjai Tahun 2018 s/d 2020.


II.    DASAR HUKUM PRA PERADILAN
Bahwa Permohonan PEMOHON berdasarkan pada sah atau tidaknya tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai tersangka melalui kewenangan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP. Termasuk dan tidak terbatas sesuai dengan perkembangan kewenangan Praperadilan berdasarkan Doktrin – Doktrin, Yurisprudensi, Perundang – Undangan serta Putusan Mahkamah Konstitusi RI.
    Bahwa tindakan upaya paksa seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak-hak asasi manusia. Bahwa oleh karenanya dengan mengutip dan mensitier Doktrin / Pendapat Ilmu Hukum dari Ahli/Pakar Hukum Pidana yakni Prof.DR. Andi Hamzah, SH, MH dalam Literaturnya “Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”, penerbit Binacipta Bandung Tahun 1986, halaman 10 (1986:10) yang pada dasarnya menegaskan Praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Bahwa oleh karena itu Permohonan Praperadilan menjadi satu mekanisme control yang tepat dalam mengcounter dan melakukan upaya perlawanan hukum terhadap tindakan sewenang-wenang dari Penyidik atau Penuntut Umum yang telah salah dan keliru dalam menetapkan status seseorang dengan menetapkan sebagai Tersangka;
    Bahwa oleh karenanya demi untuk terjaminnya kepastian hukum dan juga demi terjaganya perlindungan hukum maupun untuk perlindungan hukum atas Hak Asasi Manusia diri Pemohon, dalam setiap dilakukannya pemeriksaan dan ataupun dilakukannya penyidikan yang telah menetapkan status Pemohon sebagai Tersangka tanpa didasarkan pada alasan hukum yang benar dan bahkan tidak sesuai dengan ketentuan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam batasan Pasal 183 KUHAP yang menegaskan dapatnya seseorang dikatakan bersalah melakukan perbuatan pidana sekurang-kurangnya harus didasarkan pada 2 (dua) alat bukti yang sah.
Bahwa dalam hal pengujian penetapan tersangka atas diri PEMOHON oleh TERMOHON diajukan melalui Lembaga Praperadilan pada Pengadilan Negeri Binjai. Selanjutnya PEMOHON berpedoman pada Putusan Mahkamah Konstitusi RI No: 21/PUU-XII/2014, yang memuat beberapa pokok  hal kaidah hukum baru, antara lain :
a.    Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup”, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti  Yang Cukup” harus dimaknai sebagai minimum dua alat bukti secara kualitatif, kecuali perihal keterangan saksi. Sedangkan arti minimum dua alat bukti secara kualitatif adalah bahwa 2 (dua) alat bukti itu bukan sekedar jumlah, tetapi kedua alat bukti tersebut harus berkualitas untuk membuktikan unsur-unsur dari tindak pidana yang dipersangkakan ;
b.    Pasal 77 huruf a KUHAP bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;
Berdasarkan putusan yang demikian itu, maka pada dasarnya Mahkamah Konstitusi telah memberikan batasan yang lebih “strict” tentang kriteria penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan. Selain itu, tentunya putusan Mahkamah Konstitusi dimaksud telah “menambah” kewenangan hakim praperadilan sehingga meliputi pula pengujian tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan;
Bahwa meskipun upaya hukum Permohonan Praperadilan adalah sebagai suatu upaya untuk mengawasi dan mengkontrol apakah sudah tepat secara juridis formil pihak Penyidik ataupun Penuntut Umum dalam menetapkan seseorang sebagai Tersangka dengan didasarkan pada minimum dua alat bukti sudah terpenuhi ? Atau malah sebaliknya ternyata pihak Penyidik ataupun Penuntut Umum dalam hal menetapkan seseorang sebagai Tersangka atau Terdakwa  tidak/belum memenuhi adanya minimum dua alat bukti yang sah.
Bahwa dengan adanya fungsi kontrol dan pengawasan terhadap upaya paksa yang dilakukan oleh Penyidik atau Penuntut Umum terhadap Tersangka sebagaimana yang tersirat dalam Pasal 80 KUHAP, maka sudah sangat tepat dan cukup beralasan hukum Permohonan Praperadilan ini diajukan oleh Pemohon;
Bahwa oleh karenanya demi untuk memperoleh perlindungan hukum dan juga perlakuan keadilan dihadapan hukum sebagai suatu perwujudan asas due process of law (proses hukum yang harus tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku), apalagi sepanjang untuk melindungi hak-hak dasar manusia berupa hak azasi-nya  yang hal ini bukan saja dihormati dan dilindungi oleh ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, tetapi juga diseluruh dunia pun tentang perlindungan hukum atas Hak Azasi Manusia telah berlaku secara universal dan sangat dipatuhi ataupun dihormati, sehingga oleh karenanya dalam proses peradilan pidana di Indonesia sangat diperlukan sekali adanya fungsi pengawasan pranata praperadilan yang bersifat post facto yang pengujiannya bersifat formal dan mengedepankan unsur objektif untuk lebih diawasi oleh Pengadilan;
Bahwa pengawasan terhadap perlakuan aparatur penegak hukum tersebut diatas terkait dengan sah atau tidak sahnya penetapan Tersangka, demikian pula dengan sah atau tidak sahnya penyitaan dalam perkembangannya saat ini sudah semakin terbuka lebar semenjak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 atas Pengujian Undang-Undang (PUU), maka kewenangan Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 A KUHAP tidak terbatas pada sah atau tidaknya penangkapan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan tetapi diperbolehkan juga berkenaan dengan sah atau tidaknya penetapan Tersangka. Hal mana sesuai dengan apa yang telah dipertimbangkan sebagai suatu kaidah ataupun norma hukum yang berlaku sebagai suatu pedoman (stare decesis) bagi Peradilan Pidana yang ada di Indonesia setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 tersebut diatas, dimana pertimbangan hukumnya (point [3.16] angka 1. huruf j dan k) yang pada pokoknya menyebutkan :
j.    Bahwa untuk memenuhi maksud dan tujuan yang hendak ditegakkan dan dilindungi dalam proses praperadilan adalah tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan (vide pertimbangan hukum Mahkamah dalam Putusan Nomor 65/PUU-IX/2011, bertanggal 1 Mei 2012, juncto putusan Mahkamah Nomor 78/PUU-XI/2013, bertanggal 20 Februari 2014), serta dengan memperhatikan nilai-nilai hak asasi manusia yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan perlindungan hak asasi manusia yang termaktub dalam Bab XA UUD 1945, maka setiap tindakan penyidik yang tidak memegang teguh prinsip kehati-hatian dan diduga telah melanggar hak asasi manusia dapat dimintakan perlindungan kepada pranata praperadilan, meskipun hal tersebut dibatasi secara limitatif oleh ketentuan Pasal 1 angka 10 juncto     Pasal 77 huruf a KUHAP. Padahal, penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang di dalamnya kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari penyidik yang termasuk dalam perampasan hak asasi seseorang. Bahwa Pasal 77 huruf a KUHAP salah satunya mengatur tentang sah atau tidak sahnya penghentian penyidikan. Sementara itu, penyidikan itu sendiri menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

k.    Betul bahwa  apabila  Pasal 1  angka  2  KUHAP dilakukan secara ideal dan benar maka tidak diperlukan pranata praperadilan. Namun permasalahannya adalah bagaimana ketika tidak dilakukan secara ideal dan benar, dimana seseorang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka memperjuangkan haknya dengan ikhtiar hukum bahwa ada yang salah dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. Padahal oleh UUD 1945 setiap orang dijamin haknya untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Oleh karena penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap hak asasi manusia maka seharusnya penetapan tersangka oleh penyidik merupakan objek yang dapat dimintakan perlindungan melalui ikhtiar hukum pranata praperadilan. Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyidik yang kemungkinan besar dapat terjadi ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, padahal dalam prosesnya ternyata ada kekeliruan maka tidak ada pranata lain selain pranata praperadilan yang dapat memeriksa dan memutusnya.
Dimasukkannya keabsahan penetapan tersangka sebagai objek pranata praperadilan adalah agar perlakuan terhadap seseorang dalam proses pidana memperhatikan tersangka sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat, dan kedudukan yang sama dihadapan hukum.

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, menurut Mahkamah, dalil Pemohon mengenai penetapan tersangka menjadi objek yang didalili oleh pranata praperadilan adalah beralasan menurut hukum ;

III.    URAIAN PERMOHONAN PRA PERADILAN
A.    Kronologis
Bahwa terlebih dahulu PEMOHON menyampaikan kronologis guna memberikan gambaran yang se-obyektif mungkin kepada Majelis Hakim terkait proses penetapan PEMOHON sebagai tersangka sebagaimana diuraikan dibawah ini:
1.    Bahwa PEMOHON diangkat sebagai Direktur Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Sari Kota Binjai Periode 2020 s/d 2024 berdasarkan Keputusan Walikota Binjai Nomor 188.45-359/K/TAHUN 2020 tanggal 22 April 2020 yang ditandatangani oleh MUHAMMAD IDAHAM selaku Walikota Binjai;
2.    Bahwa pada sekitar bulan Mei 2020, PEMOHON didatangi oleh ROZEIHAM FADIL, S.E selaku PPK dan SUGENG HARTONO selaku PBJ yang diangkat oleh Direktur PDAM Tirta Sari terdahulu untuk memberitahukan terdapat kontrak – kontrak yang sedang berjalan yaitu Kontrak Perencanaan dan Kontrak Pengawasan Optimalisasi Pipa Jaringan Distribusi Sumber dan Instalasi Pengolahan Air yang dilaksanakan oleh CV Karya Pitaloka Konsultan tanggal 12 November 2019 dan Kontrak Pengadaan dan Pemasangan Pipa Distribusi dan aksesories Kecamatan Binjai Utara yang dilaksanakan oleh CV Lingkar Cita tanggal 10 Desember 2019 yang kemudian PEMOHON memberikan tanda tangan agar diketahui oleh PEMOHON;
3.    Bahwa setelah diangkat menjadi seorang Direktur, PEMOHON dalam melakukan Pengadaan Barang/Jasa menggunakan SOP (Standart Operasional Prosedur) dan Job Discription serta Keputusan Direktur Nomor 01/PBJ/PDAM-TS/SK.DIR/III/11.2019 tentang Pengangkatan Pejabat Pembuat Komitmen yang sudah ada dan yang telah digunakan pada periode sebelumnya;
4.    Bahwa kemudian, PEMOHON telah melakukan pekerjaan – pekerjaan dalam menjalankan kewajibannya sebagai berikut:
a)    Dana Penyertaan Modal Tahun 2018 sebesar Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah)
-    Mei 2020, melakukan Pembayaran Rekening Listrik sebesar Rp. 365.463.153 (tiga ratus enam puluh lima juta empat ratus enam puluh tiga ribu seratus lima puluh tiga rupiah);
-    Mei 2020, Kontrak Pengadaan dan Pemasangan Pipa Distribusi dan Aksesoris Kecamatan Binjai Barat yang dilaksanakan oleh Pihak ke – 3 CV Abhinaya dengan Nilai Rp. 186.338.000 (seratsu delapan puluh enam juta tiga ratus tiga puluh delapan juta rupiah)
-    Juli 2020, Kontrak Pengadaan dan Pemasangan Pompa Submersible Intake Kap 40 I/d, H 30m yang dilaksanakan oleh CV Taufan senilai Rp. 158.895.000 (seratus lima puluh delapan juta delapan ratus sembilan puluh lima juta rupiah);
-    Juni 2020, Pembayaran rekening listrik bulan Juni 2020 senilai Rp. 221.203.395 (dua ratus dua puluh satu juta dua ratus tiga ribu tiga ratus sembilan puluh lima rupiah)
-    September 2020, Kontrak Pengadaan dan Pemasangan Pipa Distribusi dan kasesories kecamatan Binjai Kota yang dilaksanakan oleh CV Taufan senilai Rp. 86.302.000 (delapan puluh enam juta tiga ratus dua ribu rupiah);
-    September 2020, Kontrak Pengadaan dan Pemasangan Pipa Distribusi dan kasesories kecamatan Binjai Selatan yang dilaksanakan oleh CV Abhinaya senilai Rp. 195.642.000 (seratus sembilan puluh lima juta enam ratus empat puluh dua ribu rupiah);
-    Agustus 2020, Kontrak Pengadaan dan Pemasangan Pompa Sentrifugal Kapasitas 10 l/d head 0,6 m 7,5 Kw 2850 rpm yang dilaksanakan oleh CV Abhinaya senilai Rp. 132.055.000 (seratus tiga puluh dua juta lima puluh lima ribu rupiah);
-    Agustus 2020, Kontrak Pengadaan dan Pemasangan Pompa Sentrifugal Kapasitas 75 l/d head 60 m 75 Kw 1450 rpm yang dilaksanakan oleh CV Lingkar Cita Rp. 176.715.000 (seratus tujuh puluh enam juta tujuh ratus lima belas ribu rupiah);
-    Juni 2020, Pengadaan Bahan Kimia Tawas oleh CV Raka Rape senilai Rp. 84.304.000 (delapan puluh empat juta tiga ratus empat ribu rupiah);
-    Juni 2020, Pengadaan Bahan Kimia Tawas oleh CV Sejahtera Abadi senilai Rp. 93.159.000 (sembilan puluh tiga juta seratus lima puluh sembilan juta rupiah);
b)    November 2020, Pencairan Dana Penyertaan Modal Tahun 2020 sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah), dicairkan pada masa jabatan PEMOHON;
-    Desember 2020, Honorarium Administrasi Kegiatan Proyek senilai Rp. 32.060.000 (tiga puluh dua juta enam puluh ribu rupiah);
-    Januari 2021, Pengadaan Bahan Kimia Tawas oleh CV Ginati senilai Rp. 93.456.000 (sembilan puluh tiga juta empat ratus lima puluh enam ribu rupiah);
-    Maret 2021, Pengadaan Bahan Kimia Tawas oleh CV Sejahtera Abadi senilai Rp. 93.357.000 (sembilan puluh tiga juta tiga ratus lima puluh tujuh ribu rupiah);
-    April 2021, Pengadaan Bahan Kimia Tawas oleh CV Ginati senilai Rp. 72.611.000 (tujuh puluh dua juta enam ratus sebelas ribu rupiah);
-    November 2021, terdapat Perubahan Alokasi Penyertaan Modal tahun 2020 sebesar Rp. 495.000.000 (empat ratus sembilan puluh lima juta rupiah) untuk Optimalisasi sumur pompa mencirim pada IPA MARCAPADA;
-    Desember 2021, Kontrak dan Pemasangan trafo 630 Kva pada IPA Marcapada yang dilaksanakan oleh CV Sejahtera Abadi senilai Rp. 155.695.612 (seratus lima puluh lima juta enam ratus sembilan puluh lima ribu enam ratus dua belas rupiah)
-    Juni 2022, Pembayaran Tagihan Listrik bulan Juni 2022 senilai Rp. 296.667.093 (dua ratus sembilan puluh enam juta enam ratus enam puluh tujuh ribu sembilan puluh tiga rupiah)
-    Juli 2022, Pembayaran Tagihan Listrik bulan Juli 2022 senilai Rp. 268.123.295 (dua ratus enam puluh delapan juta seratus dua puluh tiga ribu dua puluh sembilan puluh lima rupiah)
5.    Bahwa PEMOHON telah diperiksa oleh Inspektorat Kota Binjai Nomor ITKO.80/LHP-K/2020/Rhs tertanggal 30 Juli 2020 terkait Proses Pengadaan Barang/Jasa Tawas anggaran 2020, yang pada kesimpulan pemeriksaan menyatakan bahwa terdapat kekeliruan dalam pengadaan tawas tersebut dan telah memberikan rekomendasi untuk mengembalikan selisih perhitungan stok persediaan senilai Rp. 1.868.000 (satu juta delapan ratus enam puluh delapan ribu rupiah);
6.    Bahwa terhadap pemeriksaan Inspektorat Kota Binjai Nomor ITKO.80/LHP-K/2020/Rhs tertanggal 30 Juli 2020 tersebut, PEMOHON telah memberikan Klarifikasi tertulis melalui Kabag Keuangan PDAM Tirta Sari terkait adanya selisih perhitungan Stok tersebut yang pada intinya terdapat kekeliruan Inspektorat dalam melakukan perhitungan stok Tawas, namun tidak mendapat balasan dari Inspektorat Kota Binjai;
7.    Bahwa demi terwujudnya pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang berjalan secara efisien, efektif, tidak diskriminatif, dan akuntable, PEMOHON menerbitkan Peraturan Direktur Nomor 01/PERDIR/2021 tanggal 04 Januari 2021 tentang PEDOMAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PDAM TIRTA SARI KOTA BINJAI yang mana Pedoman tersebutlah yang digunakan oleh Tim Pengadaan Barang dan Jasa PDAM Tirta Sari Kota Binjai dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan PDAM Tirta Sari;
8.    Bahwa PEMOHON diperiksa kembali oleh Inspektorat Kota Binjai Nomor ITKO.203/LHP/2021/Rhs tertanggal 24 Desember 2021 terkait Audit Ketaatan pada PDAM Tirta Sari anggaran 2020 dan 2021, dan telah memberikan rekomendasi untuk Direktur PDAM Tirta Sari harus lebih selektif dalam mengelola pelaporan keuangan;
9.    Bahwa PEMOHON diperiksa kembali oleh Inspektorat Kota Binjai Nomor ITKO.64/LHP-K/2023/Rhs tertanggal 06 Juni 2023 terkait Pengelola Keuanganm SDM, dan Pengelolaan Barang pada PDAM Tirta Sari tahun anggaran 2021 dan 2022 yang pada kesimpulan menyatakan Pengelolaan Keuangan pada PDAM belum efisien, efektif dan ekonomis dan telah memberikan rekomendasi kepada Direktur PDAM Tirta Sari lebih mempertimbangkan factor efektif, efisien dan ekonomis dalam pengeluaran biaya dan memerintahkan PPK senantiasa membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam hal melaksanakan Pengadaan barang;
10.    Bahwa PEMOHON menerima Laporan Evaluasi Kinerja dari BPKP sebagaimana Nomor LEV-246/PW02/4.2/2021 tertanggal 05 Juli 2021 terkait Laporan Evaluasi Kinerja PDAM Tirta Sari tahun buku 2020 dan telah memberikan indikator kinerja BPPSPAM sebesar 2,53 dengan Kategori “Kurang Sehat” dan telah memberikan saran kepada Direktur PDAM Tirta Sari sebagaimana termaktub di dalam laporan evaluasi kinerja tersebut;
11.    Bahwa PEMOHON menerima Laporan Evaluasi Kinerja dari BPKP sebagaimana Nomor LEV-245/PW02/4.2/2022 tertanggal 22 Juni 2022 terkait Laporan Evaluasi Kinerja PDAM Tirta Sari Tahun Buku 2021 dan telah memberikan penilaian indikator kinerja 2,30 dengan kategori “kurang sehat” dan telah memberikan saran kepada Direktur PDAM Tirta Sari sebagaimana termaktub di dalam laporan evaluasi kinerja tersebut;
12.    Bahwa PEMOHON di panggil oleh TERMOHON untuk hadir pada tanggal 10 April 2023 untuk memberikan keterangan terkait adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Dana Penyertaan Modal pada PDAM Tirtasari Kota Binjai Tahun 2016 s/d 2021 sebagaimana Surat Permintaan Keterangan Nomor B-913/L.2.11/Fd.1/04/2023 tanggal 5 April 2023;
13.    Bahwa PEMOHON mengajukan Surat Pengunduran sebagai Direktur PDAM Tirta Sari Kota Binjai sebagaimana Surat Pengunduran diri tanggal 28 April 2023;
14.    Bahwa PEMOHON telah mendapatkan Surat Keputusan Walikota Binjai Nomor 188.45-419/K/TAHUN 2023 tentang Pemberhentian Direktur PDAM Tirta Sari Kota Binjai Periode tahun 2020 s/d tahun 2024;
15.    Bahwa kemudian PEMOHON kembali di panggil oleh TERMOHON sebagai seorang saksi untuk hadir pada tanggal 28 Agustus 2024 untuk memberikan keterangan terkait adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Dana Penyertaan Modal pada PDAM Tirtasari Kota Binjai Tahun 2016 s/d 2021 sebagaimana Surat Panggilan Saksi Nomor SP – 3107/L.2.11/Fd.2/08/2024 tanggal 22 agustus 2024;
16.    Bahwa TERMOHON melakukan penyitaan uang sebesar Rp. 230.000.000 (dua ratus tiga puluh juta) sebagai Titipan Uang Pengganti terhadap temuan Kerugian Keuangan Negara berdasarkan Laporan Akuntan Publik Nomor 00051/2.1349/AL/0287/1/X/2024 tertanggal 18 Oktober 2024 dari atas nama ROZEIHAM FADIL, S.E (PPK PDAM Tirta Sari Kota Binjai) untuk dijadikan Barang Bukti dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan dan Dana Penyertaan Modal pada PDAM Tirta Sari Kota Binjai Tahun 2016 s/d Tahun 2021;
17.    Bahwa apakah Barang Bukti tersebut diatas yang menjadi dasar TERMOHON menetapkan PEMOHON menjadi seorang Tersangka? Sedangkan PEMOHON tidak mengetahui tentang Laporan Akuntan Publik Nomor 00051/2.1349/AL/0287/1/X/2024 tertanggal 18 Oktober 2024 tersebut;
18.    Bahwa pada tanggal 13 November 2024, TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor PRIN-04/L.2.11/Fd.2/11/2024 tertanggal 13 November 2024;
Maka berdasarkan uraian kronologis diatas, TERMOHON tidak dapat memfaktakan dengan alat bukti yang mana, dan juga dengan kajian hukum pidana yang bagaimana yang dapat menentukan seseorang memenuhi 2 alat bukti yang cukup dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka perkara a quo. Kemudian apakah sudah dapat difaktakan oleh Termohon dengan 2 (dua) alat bukti yang manakah yang dapat menetapkan Pemohon sebagai Tersangkanya?? ;
Bahwa tentang penentuan jumlah minimal 2 (dua) alat bukti tersebut tidaklah sekedar hanya melihat dari segi jumlahnya (kuantitasnya), akan tetapi alat bukti tersebut benar-benar menunjukkan terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana sebagaimana yang disangkakan serta memiliki keterkaitan dengan Tersangka sesuai dengan apa yang dituduhkan dan atau diduga keras bahwa Tersangka adalah sebagai pelaku;

B.    UNSUR TINDAK PIDANA KORUPSI PASAL 2 dan PASAL 3 UNDANG – UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 Jo. PASAL 55 KUHP
Dalam suatu tindak pidana, terdapat unsur – unsur yang harus dipenuhi seluruhnya secara jelas dalam menentukan perbuatan pidana yang dilakukan dan dapat dipertanggung jawabkan secara pidana oleh pelaku, maka dalam hal ini PEMOHON memohon Pengujian terlebih dahulu melalui Pra Peradilan tentang 2 alat bukti permulaan yang mana yang dapat memenuhi unsur pasal 2 dan pasal 3 Tindak Pidana Korupsi yang disangkakan kepada PEMOHON:
a)    Pasal 2 ayat (1)
-    Setiap orang
Setiap orang merupakan orang per orangan dan/atau badan hukum, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
-    Melawan Hukum
Unsur Melawan Hukum hanya terbatas pada perbuatan melawan hukum formil, artinya perbuatan itu harus melanggar undang – undang. Maka terhadap unsur melawan hukum dalam perkara a quo, TERMOHON harus dapat memfaktakan apakah PEMOHON secara nyata telah menjalankan kewajiban jabatannya dengan Melawan Hukum atau tidak;
-    Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
Unsur ini pada dasarnya bermakna bahwa orang yang disangkakan bertambah kekayaannya, sedangkan orang lain atau korporasi berarti harus mendapatkan keuntungan dan menambah kekayaannya juga. Maka dalam unsur ini TERMOHON harus dapat membuktikan perbuatan mana yang dilakukan PEMOHON sehingga mendapatkan keuntungan dan menambah kekayaan dirinya atau orang lain;
-    Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
Unsur merugikan keuangan Negara adalah seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun sedangkan perekonomian Negara adalah kehidupan berekonomi Negara yang disusun sebagai usaha bersama secara mandiri yang didasarkan kebijakan pemerintah baik ditingkat pusat maupun di daerah. Maka dalam perkara a quo, TERMOHON haruslah membuktikan terlebih dahulu, Kerugian Negara yang mana yang dilakukan oleh PEMOHON, kemudian jika benar ada kerugian Negara, apakah kerugian tersebut disebabkan oleh perbuatan TERMOHON ?
b)    Pasal 3
-    Menyalahgunakan Kewenangan, Kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
Bahwa perbedaan unsur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 terdapat pada penyalahgunaan kewenangan yang berarti menyalahgunakan kekuasaan yang ada pada diri PEMOHON, menyalahgunakan kesempatan merupakan menyalahguakan waktu yang ada pada diri PEMOHON, menyalahgunakan sarana berarti menyalahgunakan alat – alat atau kelengkapan yang ada pada diri PEMOHON, maka dalam unsur ini TERMOHON tidak dapat memfaktakan alat bukti mana yang digunakan oleh TERMOHON untuk menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka dengan penyalahgunaan kewenangan yang dimaksud dalam pasal ini;
c)    Pasal 55 KUHPidana
Pasal ini menyebutkan orang yang melakukan (pleger) ialah seseorang yang sendirian telah berbuat mewujudkan segala anasir atau elemen dari sebuah peristiwa pidana, orang yang menyuruh melakukan (doen plegen) ialah bukan orang itu sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia telah menyuruh orang lain, orang yang turut melakukan (medepleger) ialah bersama – sama melakukan dan orang yang turut melakukan peristiwa pidana yang berarti pengertian dalam pasal ini haruslah dibuktikan dengan suatu alat bukti dari tindak pidana Pasal pokok jika semua unsur atau salah satu unsur dari pasal pokok tidak dapat dibuktikan maka pasal 55 KUHPidana ini tidak dapat diterapkan dalam suatu tindak pidana
Bahwa terhadap unsur – unsur yang melekat pada pasal 2 dan pasal 3 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 KUHPidana sebagaimana yang disangkakan terhadap PEMOHON, TERMOHON dinilai hanya melengkapi 2 alat bukti permulaan yang cukup secara kuantitatif namun tidak secara kualitatif demi menentukan PEMOHON sebagai seorang tersangka sebagaimana KETENTUAN PASAL 184 KUHAP DAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PUU – XII/2014.

C.    TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA
Bahwa TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka sebagaimana Surat Penetapan Tersangka Nomor : Prin-04/L.2.11/Fd.2/11/2024, tanggal 13 November 2024 tidak dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan, melainkan dalam menetapkan diri Pemohon sebagai Tersangka jelas-jelas tidak mengacu pada pemenuhan minimum 2 (dua) alat bukti yang cukup secara kualitatif. Sedangkan arti minimum dua alat bukti secara kualitatif adalah bahwa 2 (dua) alat bukti itu bukan sekedar jumlah, tetapi kedua alat bukti tersebut harus berkualitas untuk membuktikan unsur-unsur dari tindak pidana yang dipersangkakan sebagaimana yang dimaksud dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/ PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 dimana kaidah/pertimbangan hukumnya menyebutkan : “agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 serta memenuhi asas lex certa dan asas lex stricta dalam hukum pidana, maka frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan bukti yang cukup” sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kuranganya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal  184 KUHAP”;
Bahwa namun ternyata TERMOHON yang melakukan penyidikan atas perkara a quo dalam menetapkan status Tersangka terhadap diri Pemohon tidak memenuhi minimum dua alat bukti, karenanya tindakan Termohon jelas merupakan suatu tindakan yang sewenang-wenang, dan dengan tindakan sewenang-wenang tersebutlah yang senantiasa dipergunakan Termohon sebagai pintu masuk untuk menetapkan seseorang in casu Pemohon menjadi Tersangka ;
Bahwa berdasarkan argumen-argumen hukum tersebut diatas, maka semakin jelas dan nyata bahwasanya Penyelidikan dan Penyidikan yang dilakukan oleh Termohon terkait dengan adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan dan Dana Penyertaan Modal pada PDAM Tirta Sari Kota Binjai Tahun 2018 s/d tahun 2020 terhadap diri PEMOHON adalah TIDAK MEMENUHI 2 (dua) alat bukti yang sah.
Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka TERMOHON dalam menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka sebagaimana pasal 2 dan pasal 3 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 KUHPidana telah jelas tidak memenuhi 2 alat bukti yang sah sebagaimana PASAL 184 KUHAP DAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PUU – XII/2014. sehingga oleh karenanya terhadap penetapan status Tersangka yang dilakukan Termohon terhadap diri Pemohon secara hukum haruslah dinyatakan tidak sah oleh Yang Mulia Hakim Praperadilan.
IV.    PERMOHONAN
Bahwa dengan berdasarkan uraian-uraian berikut dalil-dalil hukum yang telah PEMOHON kemukakan pada bagian tersebut diatas, maka akhirnya PEMOHON memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Binjai Kelas I-B Cq. Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Binjai Kelas I-B yang memeriksa dan mengadili perkara a quo kiranya berkenan memberikan suatu keputusan hukum dengan amar yang berbunyi sebagai berikut:

 

MENGADILI :
1.    Menerima dan Mengabulkan Permohonan Praperadilan dari Pemohon untuk seluruhnya ;
2.    Menyatakan tindakan Termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 KUHPidana adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum oleh karenanya penetapan Tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan dinyatakan batal demi hukum dengan segala akibat yang timbul;
3.    Menyatakan tidak sah segala keputusan, penetapan dan segala surat – surat yang berhubungan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri PEMOHON in casu Surat Penetapan Tersangka Nomor: Prin-04/L.2.11/Fd.2/11/2024, tanggal 13 November 2024 jo. Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-575/L.2.11/Fd.2/05/2023 tanggal 16 Mei 2023 jo. Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-575.a/L.2.11/Fd.2/11/2023 tanggal 15 November 2023 yang dikeluarkan oleh Termohon;
4.    Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan Penyidikan Khususnya terhadap diri Pemohon in casu TAUFIQ, S.T selaku Tersangka dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan dan dana penyertaan modal pada PDAM Tirta Sari Kota Binjai tahun 2018 s.d tahun 2020;
5.    Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya semula ;
6.    Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku ;
Atau: Apabila Yang Mulia Hakim yang memeriksa dan memutus permohonan Praperadilan ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil – adilnya (ex aequo et bono).

 

Pihak Dipublikasikan Ya