Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BINJAI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2024/PN Bnj ROSMAIDA SITOMPUL, SE KEPALA KEJAKSAAN NEGERI BINJAI Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 12 Sep. 2024
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2024/PN Bnj
Tanggal Surat Kamis, 12 Sep. 2024
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1ROSMAIDA SITOMPUL, SE
Termohon
NoNama
1KEPALA KEJAKSAAN NEGERI BINJAI
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Adapun alasan diajukan permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut;

I.Dasar Hukum Permohonan Praperadilan.

1.    Bahwa tujuan pranata praperadilan diciptakan adalah sebagai mekanisme kontrol terhadap proses penegakkan hukum. Yaitu apabila ada seseorang yang disangka telah melakukan perbuatan pidana haruslah melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Sehingga apabila ternyata dalam proses menetapkan seseorang menjadi Tersangka ternyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Maka upaya praperadilan yang dapat dilakukan;

2.    Bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana merupakan hukum acara yang mengatur bagaimana penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan, menegakkan aturan hukum pidana, dimana didalamnya mengatur juga mekanisme keberatan terhadap proses penegakkan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum. Aturan tersebut sebagaimana termuat dalam Bab X Bagian Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP ;

3.    Bahwa ruang lingkup praperadilan sebagaimana diatur dalam KUHAP yaitu mengenai:  
a.    Sah atau tidaknya penangkapan ;
b.    Sah atau tidaknya penahanan,
c.    Sah atau tidaknya  penghentian penyidikan,
d.    Sah atau tidaknya penghentian penuntutan,
e.    Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan;

4.    Bahwa seiring berjalannya waktu ternyata aturan praperadilan yang disebut-sebut sebagai mahakarya KUHAP dirasa tidak sepenuhnya mengakomodir hak-hak seseorang yang telah ditetapkan menjadi Tersangka oleh penegak hukum. Karena seseorang yang telah ditetapkan menjadi Tersangka dan kepadanya telah ditetapkan upaya paksa dalam bentuk penahanan, Tersangka tersebut tidak dapat mengujii apakah proses menetapkan Tersangka terhadapnya telah memenuhi peraturan perundang-undangan atau tidak. Oleh karenanya melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2014 penetapan Tersangka akhirnya dapat diuji melalui praperadilan;

5.    Bahwa Mahkamah Konstitusi dalam memutuskan penetapan Tersangka menjadi objek praperadilan mempertimbangkan sebagai berikut:

“Bahwa hakikat keberadaan pranata praperadilan adalah sebagai bentuk pengawasan dan mekanisme keberatan terhadap proses penegakkan hukum yang terkait erat dengan perlindungan hak asasi manusia, sehingga pada zamannya aturan praperadilan dianggap mahakarya KUHAP. Namun demikian, dalam perjalannya ternyata lembaga praperadilan tidak dapat berfungsi secara maksimal karena tidak mampu menjawab permasalahan yang ada dalam proses a-judikasi fungsi pengawasan yang diperankan pranata praperadilan hanya bersifat post facto sehingga tidak sampai pada penyidikan dan pengujiannya hanya bersifat  formal yang mengedepankan unsur objektif, sedangkan unsur subjektif tidak dapat diawasi pengadilan. Hal ini menyebabkan praperadilan terjebak hanya pada hal-hal yang bersifat formal dan sebatas masalah administrasi sehingga jauh dari hakikat keberadaan pranata praperadilan”

“Bahwa pada saat KUHAP diberlakukan pada tahun 1981, penetapan Tersangka belum menjadi isu krusial dan problematik dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Upaya paksa pada saat itu secara kovensional dimaknai sebatas pada penangkapan, penahanan, penyidikan dan penuntutan, namun pada masa sekarang bentuk upaya paksa telah mengalami berbagai perkembangan atau modifikasi yang salah satu bentunya adalah “penetapan Tersangka oleh penyidik” yang dilakukan oleh negara dalam bentuk pemberian label atau status Tersangka pada seseorang , sehingga seseorang tersebut telah dipaksa oleh negara untuk menerima status Tersangka tanpa tersedianya kesempatan baginya untuk melakukan upaya hukum untuk menguji legalitas dan kemurnian tujuan dari penetapan Tersangka tersebut. Padahal hukum harus mengadopsi tujuan keadilan dan kemanfaat secara bersamaan sehingga jika kehidupan sosial semakin kompleks maka hukum perlu di konkretkan secara ilimiah dengan menggunakan bahasa yang lebih baik dan sempurna (Shidarta, 2013: 207-214). Dengan kata lain, prinsip kehati-hatian haruslah dipegang teguh oleh penegak hukum dalam menetapkan seseorang menjadi Tersangka”

“Bahwa untuk memenuhi maksud dan tujuan yang hendak ditegakkan dan dilindungi dalam proses praperadilan adalah tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi manusia sebagai Tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan (vide pertimbangan hukum Mahkamah dalam Putusan Nomor 65/PUU-IX/2011, bertanggal 1 Mei 2012, juncto putusan Mahkamah Nomor 78/PUU-IX/2013, bertanggal 20 Februari 2014), serta dengan memperhatikan nilai-nilai hak asasi manusia yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor  39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan perlindungan hak asasi manusia yang termaktub dalam Bab XA UUD 1945, maka setiap tindakan penyidik yang tidak memegang teguh prinsip kehati-hatian dan diduga telah melanggar hak asasi manusia dapat dimintakan perlindungan kepada pranata praperadilan, meskipun hal itu dibatasi secara limitatif oleh ketentuan Pasal 1 angka 10 juncto Pasal 77 huruf a KUHAP. Padahal, penetapan Tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang didalamnya kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari penyidik yang termasuk dalam perampasan hak asasi seseorang. Bahwa Pasal 77 huruf a KUHAP salah satunya mengatur tentang sah atau tidak sahnya penghentian penyidikan . Sementara itu, penyidikan itu sendiri menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP aadalah serangkaian tindakan penyidik  untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan Tersangkanya”

“Betul bahwa apabila Pasal 1 angka 2 KUHAP dilakukan secara ideal dan benar maka tidak diperlukan pranata praperadilan. Namun permasalahannya adalah bagaimana ketika tidak dilakukan secara ideal dan benar, dimana seseorang yang sudah ditetapkan menjadi Tersangka memperjuangkan haknya dengan ikhtiar hukum bahwa ada yang salah dalam menetapkan seseorang menjadi Tersangka. Padahal oleh UUD 1945 setiap orang dijamin haknya untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama dihadapan hukum. Oleh karena penetapan Tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap hak asasi manusia maka seharusnya penetapan Tersangka oleh penyidik merupakan objek yang dimintakan perlindungan melalui ikhtiar hukum pranata praperadilan. Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyidik yang kemungkinan besar dapat terjadi ketika seseorang ditetapkan menjadi Tersangka, padahal dalam prosesnya ternyata ada kekeliruan maka tidak ada pranata lain selain pranata praperadilan yang dapat memeriksa dan memutusnya”    

6.    Bahwa oleh karenanya Permohonan Pemohon untuk menguji Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon telah berdasarkan hukum yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2014;

II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN.
A. Fakta-fakta
1.    Bahwa pada tanggal 30 Januari 2024, Pemohon ada mendapatkan Surat dari Termohon Nomor: B-431/l.2.11.4/Fd.1/01/2024 perihal Permintaan Keterangan terkait Dugaan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Belanja Jasa Konsultasi pada Dinas Pendidikan Kota Binjai sebesar Rp.713.005.000 (tujuh ratus tiga belas juta lima ribu rupiah) berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-77/L.2.11/Fd.1/01/2024 tanggal 10 Januari 2024. Atas surat dari Termohon tersebut, Pemohon telah menghadirinya;

2.    Bahwa kemudian atas penyelidikan yang dilakukan oleh Termohon sesuai Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-77/L.2.11/Fd.1/01/2024 tanggal 10 Januari 2024, ternyata hasil penyelidikan tersebut telah ditingkatkan oleh Termohon menjadi Penyidikan sesuai Surat Perintah Penyidikan dari Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-554/L.2.11/Fd.2/03/2024 tanggal 13 Maret 2024. Halmana pada tanggal 21 Maret 2024 Termohon kembali melakukan panggilan terhadap Pemohon sebagai saksi sesuai Surat Panggilan Saksi Nomor: SP-1160/L.2.11/Fd.2/03/2024 dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Belanja Jasa Konsultasi pada Dinas Pendidikan Kota Binjai sebesar Rp.713.005.000 (tujuh ratus tiga belas juta lima ribu rupiah) berdasarkan Surat Perintah Penyidikan dari Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-554/L.2.11/Fd.2/03/2024 tanggal 13 Maret 2024. Atas surat panggilan tersebut Pemohon pun telah menghadirinya;

3.    Bahwa Termohon kembali melakukan pemanggilan terhadap Pemohon untuk hadir pada tanggal 27 Maret 2024 untuk diperiksa sebagai saksi masih dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Belanja Jasa Konsultasi pada Dinas Pendidikan Kota Binjai sebesar Rp.713.005.000 (tujuh ratus tiga belas juta lima ribu rupiah)  sesuai Surat Panggilan Saksi Nomor: SP-1160/L.2.11/Fd.2/03/2024 tertanggal 21 Maret 2024. Atas surat panggilan tersebut Pemohon pun telah menghadirinya;

4.    Bahwa terakhir Termohon melakukan pemanggilan terhadap Pemohon untuk hadir pada tanggal 29 Agustus 2024 untuk diperiksa sebagai saksi masih dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Belanja Jasa Konsultasi pada Dinas Pendidikan Kota Binjai sebesar Rp.713.005.000 (tujuh ratus tiga belas juta lima ribu rupiah)  sesuai Surat Panggilan Saksi Nomor: SP-3143/L.2.11/Fd.2/08/2024 tertanggal 26 Agustus 2024;

5.    Bahwa terhadap semua panggilan yang dilakukan oleh Termohon, status Pemohon adalah sebagai saksi, sehingga kedudukan Pemohon dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Belanja Jasa Konsultasi pada Dinas Pendidikan Kota Binjai sebesar Rp.713.005.000 (tujuh ratus tiga belas juta lima ribu rupiah)  sebagaimana Surat Perintah Penyidikan dari Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-554/L.2.11/Fd.2/03/2024 tanggal 13 Maret 2024 adalah sebagai saksi;

6.    Bahwa akan tetapi secara mengejutkan, ketika Pemohon memenuhi panggilan sebagai saksi dari Termohon sesuai Surat Panggilan Saksi Nomor: SP-3143/L.2.11/Fd.2/08/2024 tertanggal 26 Agustus 2024 agar hadir pada tanggal 29 Agustus 2024 ternyata pada hari itu juga yakni tanggal 29 Agustus 2024 Termohon menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-2046/L.2.11/Fd.2/08/2024, tertanggal 29 Agustus 2024 sesuai Surat Termohon yang ditujukan kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor: B-3204/L.2.11/Fd.2/08/2024, Perihal Pemberitahuan Penyidikan Pidana Korupsi, tertanggal 29 Agustus 2024. Halmana Termohon mendapatkan Surat Tembusannya. Atas surat tembusan yang diberikan oleh Termohon kepada Pemohon tersebut, maka Pemohon mengetahui bahwa status Pemohon telah menjadi Tersangka;

7.    Bahwa akan tetapi apabila membaca dengan cermat Surat Penetapan Tersangka atas diri Pemohon yakni Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print-02/L.2.11/Fd.2/08/2024, tanggal 29 Agustus 2024, maka dapat diketahui dasar Penetapan Tersangka Pemohon adalah berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-554/L.2.11/Fd.2/03/2024 tanggal 13 Maret 2024, sehingga menjadi kejanggalan Pemohon adalah bagaimana mungkin Surat Pemberitahuan Penyidikan yang diberikan oleh Termohon kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia menerangkan seakan-akan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-2046/L.2.11/Fd.2/08/2024, tertanggal 29 Agustus 2024, padahal sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print-02/L.2.11/Fd.2/08/2024 dasar Penetapan Tersangka atas diri Pemohon adalah bukan  berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-2046/L.2.11/Fd.2/08/2024, tertanggal 29 Agustus 2024, tetapi berdasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-554/L.2.11/Fd.2/03/2024 tanggal 13 Maret 2024, sehingga terdapat kecacatan prosedur dalam Penetapan Tersangka atas diri Pemohon. Karena ditetapkan Tersangka terlebih dahulu, baru kemudian diterbitkan Surat Perintah Penyidikannya;

8.    Bahwa kecacatan prosedur penetapan Tersangka atas diri Pemohon semakin terlihat jelas apabila membaca Surat Perintah Penahanan atas diri Pemohon yaitu Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-2050/L.2.11/Fd.2/08/2024, Tertanggal 29 Agustus 2024 jelas dasar Penahanan terhadap Pemohon adalah Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-554/L.2.11/Fd.2/03/2024 tanggal 13 Maret 2024. Kemudian atas Surat Perintah Penyidikan tersebut, Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka. Setelah Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka, anehnya baru kemudian diterbitkan Surat Perintah Penyidikan oleh Termohon yakni Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-2046/L.2.11/Fd.2/08/2024, tertanggal 29 Agustus 2024. Artinya Pemohon ditetapkan Tersangka terlebih dahulu baru kemudian diterbitkan Surat Perintah Penyidikannya. Halmana seharusnya adalah penerbitkan Surat Perintah Penyidikan terlebih dahulu baru kemudian ditetapkan sebagai Tersangka;

9.    Bahwa Penetapan Tersangka yang dilakukan oleh Termohon terhadap diri Pemohon adalah merupakan suatu kekeliruan. Karena dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Belanja Jasa Konsultasi pada Dinas Pendidikan Kota Binjai sebesar Rp.713.005.000 (tujuh ratus tiga belas juta lima ribu rupiah) sesuai penyelidikan yang dilakukan oleh Termohon melalui Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-77/L.2.11/Fd.1/01/2024 tanggal 10 Januari 2024 yang kemudian ditingkatkan menjadi penyidikan melalui Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-554/L.2.11/Fd.2/03/2024 tanggal 13 Maret 2024, Pemohon sama sekali tidak terlibat, baik sebagai pelaku, bersama-sama dengan pelaku lain atau membantu melakukan tindak pidana korupsi terhadap Belanja Jasa Konsultasi pada Dinas Pendidikan Kota Binjai sebesar Rp.713.005.000 (tujuh ratus tiga belas juta lima ribu rupiah. Karena yang bertindak selaku Penyedia dalam pekerjaan sesuai Pekerjaan Biaya Jasa Konsultan Perencana Konstruksi DAK Pendidikan  (DAK) Nomor: 300-327, Tanggal 08 Maret 2021 dan  Pekerjaan Biaya Jasa Konsultan Perencana Konstruksi DAK Pendidikan (DAU) Nomor: 300-330, Tanggal 08 Maret 2021 bukanlah Pemohon, melainkan  Sdra.SATRIYA PRABOWO;

10.    Bahwa walaupun Pekerjaan Biaya Jasa Konsultan Perencana Konstruksi DAK Pendidikan  (DAK) Nomor: 300-327, Tanggal 08 Maret 2021 dan  Pekerjaan Biaya Jasa Konsultan Perencana Konstruksi DAK Pendidikan (DAU) Nomor: 300-330, Tanggal 08 Maret 2021 adalah atas nama CV.GAMMA`91 CONSULTAN, yang mana yang bertindak sebagai Direkturnya adalah Pemohon, sedangkan Sdra.SATRIYA PRABOWO hanya bertindak sebagai Wakil Direktur Direktur III sebagaimana Akta Masuk Sebagai Persero CV.GAMA 91 Nomor: 07 Tanggal 05 Februari 2021 yang dikeluarkan oleh Notaris Panji Aulia Ramadhan Harahap, S.H.,M.Kn, Notaris di Kabupaten Asahan. Akan tetapi terkait dengan Pekerjaan sesuai Perjanjian Nomor : 300-327, Tanggal 08 Maret 2021 dan Pekerjaan sesuai Perjanjian Nomor: 300-330, Tanggal 08 Maret 2021, sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Pemohon, murni menjadi tanggung jawab Sdra.SATRIYA PRABOWO secara pribadi yang mengatasnamakan CV.GAMA 91;

11.    Bahwa dasar Pemohon mengatakan Pekerjaan sesuai Perjanjian Nomor : 300-327, Tanggal 08 Maret 2021 dan Pekerjaan sesuai Perjanjian Nomor: 300-330, Tanggal 08 Maret 2021 adalah murni menjadi tanggung jawab Sdra.SATRIYA PRABOWO secara pidana maupun perdata adalah berdasarkan Akta Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab Pengurusan Direksi CV.GAMMA 91 Nomor: 08 Tanggal 05 Februari 2021 yang dikeluarkan oleh Notaris Panji Aulia Ramadhan Harahap, S.H.,M.Kn, Notaris di Kabupaten Asahan. Sangat jelas dalam Akta tersebut pada halaman 5 s/d 6, Pemohon selaku Pihak Pertama sebagai Direktur dan mewakili segenap direksi perseroan CV.GAMMA 91, sedangkan Sdra.SATRIYA PRABOWO selaku Pihak Kedua telah membuat kesepakatan tanggung jawab Khusus mengenai ;

A.    Pekerjaan Biaya Jasa Konsultan Perencana Konstruksi DAK Pendidikan  (DAK) Nomor: 300-327, Tanggal 08 Maret 2021
B.    Pekerjaan Biaya Jasa Konsultan Perencana Konstruksi DAK Pendidikan (DAU) Nomor: 300-330, Tanggal 08 Maret 2021

Halmana terkait pekerjaan sesuai perjanjian tersebut seluruhnya menjadi wewenang dan tanggungjawab Sdra.SATRIYA PRABOWO termasuk apabila ada kesalahan atau kelalaian SATRIYA PRABOWO atas pekerjaan tersebut, maka seluruh akibat hukum serta kerugian negara yang timbul karena penyimpangan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan beban serta pembayaran pihak kedua yaitu SATRIYA PRABOWO.

Kemudian ditegaskan kembali dalam perjanjian tersebut, SATRIYA PRABOWO selaku Pihak Kedua membebaskan dan tidak melibatkan Direksi lain dan komanditer perseroan CV.GAMMA 91 dari segala tuntutan hukum akibat penyimpangan tersebut, baik sekarang maupun nanti dikemudian hari;

12.    Bahwa berdasarkan Akta Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab Pengurusan Direksi CV.GAMMA 91 Nomor: 08 Tanggal 05 Februari 2021 tersebut Pemohon dan Komanditer Perseroan CV.GAMMA 91 tidak terlibat atas Pekerjaan sesuai Perjanjian Nomor : 300-327, Tanggal 08 Maret 2021 dan Pekerjaan sesuai Perjanjian Nomor: 300-330, Tanggal 08 Maret 2021, yang mana dibuktikan dalam penandatanganan perjanjian berikut pencairan uang murni dilakukan sendiri oleh Sdra.SATRIYA PRABOWO,  sehingga tindakan Termohon yang melibatkan Pemohon atas penyalahgunaan kedua pekerjaan tersebut sehingga menimbulkan kerugian negara dan menetapkan Pemohon sebagai Tersangka merupakan suatu kesalahan;

 

 

B. Tentang Hukumnya
I.    Penetapan Tersangka yang dilakukan oleh Termohon  terhadap diri Pemohon adalah tidak sah karena tidak didasarkan Surat Perintah Penyidikan;

1.    Bahwa sesuai Pasal 1 angka 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah menyatakan bahwa Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini;

2.    Bahwa apabila setelah dilakukan penyelidikan, ternyata Penyelidik telah menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai peristiwa tindak pidana, maka tujuan penyelidikan telah tercapai sehingga status penyelidikan ditingkatkan menjadi penyidikan;

3.    Bahwa penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP  adalah  serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan Tersangkanya;

4.    Bahwa berdasarkan pengertian penyidikan menurut KUHAP tersebut maka secara hukum dapat dipahami bahwa penyidikan sebenarnya adalah suatu peristiwa yang telah terbukti sebagai sebuah peristiwa pidana, namun tugas utama penyidikan adalah mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut menjadi terang tindak pidananya sehingga dapat menemukan Tersangkanya;

5.    Bahwa adapun pekerjaan penyelidikan selalu didasarkan pada Surat Perintah Penyelidikan. Begitu juga dengan penyidikan selalu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan. Artinya penyelidik tidak dapat melakukan penyelidikan kalau tidak ada surat perintah penyidikan dan Penyidik juga tidak bisa melakukan penyidikan kalau tidak ada surat perintah penyidikan;

6.    Bahwa ketika penyelidik ingin menentukan suatu peristiwa sebagai sebuah peristiwa pidana atau bukan, maka hal yang dilakukan adalah melakukan penyelidikan. Karena tindakan penyelidikan adalah mencari dan menemukan suatu peristiwa pidana. Setelah berhasil melakukan penyelidikan, maka harus diterbitkan Surat Perintah Penyidikan untuk melakukan serangkaian tindakan penyidikan untuk mencari dan mengumpulkan bukti sehingga menemukan Tersangkanya. Artinya apabila dilakukan penetapan tersangka terlebih dahulu sehingga kemudian diterbitkan Surat Perintah Penyidikan, maka penetapkan Tersangka cacat hukum karena tidak melalui proses penyidikan terlebih dahulu. Bagaimana mungkin menemukan tersangkanya sedangkan dasar untuk melakukan penetapan tersangka adalah berawal dari berhasilnya melakukan penyidikan, yaitu berhasil mengumpulkan bukti sehingga menemukan Tersangkanya;

7.    Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas yang melarang penetapan Tersangka tanpa terlebih dahulu diterbitkan surat perintah penyidikan apabila dihubungkan dengan penetapan Tersangka yang dilakukan oleh Termohon terhadap diri Pemohon adalah tidak sah. Karena penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon tidak berdasarkan Surat Perintah Penyidikan. Halmana diketahui Surat Perintah Penyidikan terhadap diri Pemohon telah diterbitkan oleh Termohon dengan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-2046/L.2.11/Fd.2/08/2024, tertanggal 29 Agustus 2024, sedangkan Penetapan Tersangka yang dilakukan oleh Termohon terhadap diri Pemohon sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print-02/L.2.11/Fd.2/08/2024, tanggal 29 Agustus 2024, sama sekali tidak menggunakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-2046/L.2.11/Fd.2/08/2024, tertanggal 29 Agustus 2024, namun menggunakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-554/L.2.11/Fd.2/03/2024 tanggal 13 Maret 2024 sehingga Surat Perintah Penyidikan tertanggal 13 Maret 2024 bukan lah Surat Perintah Penyidikan yang ditujukan untuk menyidik Pemohon. Karena apabila Surat Perintah penyidikan tertanggal 13 Maret 2024 adalah ditujukan untuk menyidik Pemohon, lantas mengapa Termohon menerbitkan Surat Perintah Penyidikan lagi tertanggal 29 Agustus 2024;

8.    Bahwa apabila benar surat perintah penyidikan tertanggal 13 Maret 2024 juga ditujukan untuk menyidik Pemohon dan Surat Perintah Penyidikan tertanggal 29 Agustus 2024 juga digunakan untuk menyidik Pemohon juga, maka hal tersebut telah bertentangan dengan hukum. Karena menurut buku Ramadhan Kasim dan Apryanto Nusa, filosofi kerja penyidikan pada hakikatnya adalah mencari dan mengumpulkan barang bukti yang digunakan untuk menemukan tersangka. Dalam praktiknya, ini sering kali terdapat kesalahan, tidak sedikit penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang dikeluarkan lebih dari satu atau dikeluarkannya Sprindik ganda. Dalam sebuah perkara pidana dengan dikeluarkannya sprindik ganda maka dapat mengakibatkan timbulnya ketidakpastian hukum;

9.    Bahwa diterbitkannya sprindik ganda dalam sebuah perkara pidana maka belum ada asas kepastian hukum tentang sprindik mana yang digunakan. Yang dimana dengan menerbitkan sprindik lebih dari satu kali menimbulkan ketidakpastian hukum. Menurut Gustav Radbruch, ada tiga (3) hal yang wajib terkandung dalam hukum sebagai nilai identitas dan salah satunya adalah asas kepastian hukum. Kepastian hukum secara normatif yaitu ketika aturan hukum ditetapkan dan diundangkan dengan baik dan tegas karena mengatur secara jelas dan logis serta dapat diandalkan. Hal tersebut juga tidak menimbulkan keraguan karena terdapat multitafsir sehingga tidak bertentangan atau menimbulkan konflik norma yang bertentangan. Konflik standar muncul sebagai akibat dari ketidakpastian hukum dan peraturan yang dapat berupa kontestasi norma, reduksi norma, atau distorsi norma. standar yang menantang, standar yang diturunkan, atau standar yang menyimpang. Sejauh ini belum diatur secara tegas mengenai berapa kali atau prasyarat apa saja yang harus dipatuhi oleh penyidik dalam menerbitan Sprindik yang membuat penyidik dapat kapan saja mengeluarkan sprindik dan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi warga negara;

10.    Bahwa sehubungan terhadap penerbitan dua Surat Perintah Penyidikan masing-masing tertanggal 26 Maret 2021 dan tertanggal 29 Agustus 2021 bertentangan dengan hukum karena menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga penetapan Tersangka menjadi tidak sah dan oleh karenanya beralasan secara hukum Hakim Yang Mulia yang memeriksa permohonan Praperadilan a quo untuk menyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-554/L.2.11/Fd.2/03/2024 tanggal 13 Maret 2024 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-2046/L.2.11/Fd.2/08/2024, tertanggal 29 Agustus 2024;

11.    Bahwa sehubungan kedua surat perintah penyidikan dinyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum pula, maka secara mutatis mutandis Penetapan Tersangka sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print-02/L.2.11/Fd.2/08/2024, tanggal 29 Agustus 2024 menjadi tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sehingga penetapan Tersangka tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum dan oleh karenanya beralasan secara hukum untuk memerintahkan Termohon mengeluarkan Pemohon dari tahanan;

II.    Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon melanggar hukum sebagaimana dimaksud dalam Akta Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab Pengurusan Direksi CV.GAMMA 91 Nomor: 08 Tanggal 05 Februari 2021 yang dikeluarkan oleh Notaris Panji Aulia Ramadhan Harahap, S.H.,M.Kn;

1.    Bahwa sesuai Akta Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab Pengurusan Direksi CV.GAMMA 91 Nomor: 08 Tanggal 05 Februari 2021 yang dikeluarkan oleh Notaris Panji Aulia Ramadhan Harahap, S.H.,M.Kn, sangat jelas tanggung jawab secara perdata dan pidana adalah menjadi tanggung jawab Sdra.SATRIYA PRABOWO;

2.    Bahwa faktanya segala perjanjian-perjanjian yang dilakukan atas pekerjaan-pekerjaan tersebut semua dilakukan oleh Sdra.SATRIYA PRABOWO sehingga bagaimana mungkin keberadaan Akta Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab Pengurusan Direksi CV.GAMMA 91 Nomor: 08 Tanggal 05 Februari 2021  tidak dihormati layaknya hukum oleh Termohon;

3.    Bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) telah menyatakan perjanjian yang dibuat secara sah adalah undang-undang bagi keduanya, bahkan perlakukan layaknya undang-undang tersebut harus diakui oleh pihak ketiga  sehingga sudah seharusnya Pemohon tidak ikut dijadikan sebagai pihak pelaku karena telah ada perjanjian yang merupakan hukum yang harus dihormati oleh Pemohon dan Termohon;

4.    Bahwa sehubungan yang menjadi tanggungjawab baik secara perdata dan pidana adalah SATRIYA PRABOWO sehingga penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon sehubungan penyalahgunaan pekerjaan tersebut telah beralasan secara hukum   untuk dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum dan oleh karenanya beralasan secara hukum untuk memerintahkan Termohon mengeluarkan Pemohon dari tahanan;


III.    Termohon tidak memiliki cukup bukti yaitu dua alat bukti dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka;

1.    Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2014, syarat untuk menetapkan sesorang menjadi tersangka haruslah berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Dan bukti permulaan yang cukup yaitu minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP;

2.    Bahwa pada kenyataannya, Keputusan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka adalah tindakan yang tergesa-gesa dan pemasaksaan kehendak yang sengaja mengikutkan Pemohon sebagai pihak yang turut melakukan kejahatan;

3.    Bahwa apa dasar Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka. Karena untuk melakukan menyematkan status Tersangka harus terlebih dahulu dilakukan rangkaian penyelidikan dan berlanjut kepada penyidikan sehingga penetapan Tersangka;

4.    Bahwa untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka apakah telah memenuhi dua alat bukti. Karena bukti-bukti yang ada dan digunakan untuk Tersangka lain tidak relevan untuk dijadikan sebagai bukti menetapkan Pemohon sebagai Tersangka. Karena segala dokumen perjanjian pengadaan Pekerjaan Biaya Jasa Konsultan Perencana Konstruksi DAK Pendidikan  (DAK) Nomor: 300-327, Tanggal 08 Maret 2021 dan Pekerjaan Biaya Jasa Konsultan Perencana Konstruksi DAK Pendidikan (DAU) Nomor: 300-330, Tanggal 08 Maret 2021, sama sekali Pemohon tidak ada menandatanganinya. Karena yang menandatangani adalah SATRIYA PRABOWO sehingga pekerjaan yang bermasalah tersebut sama sekali bukan menjadi tanggung jawab Pemohon dan oleh karenanya Termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka sama sekali tidak berdasarkan dua alat bukti yang cukup;

5.    Bahwa sehubungan Penetapan Tersangka  terhadap diri Pemohon sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print-02/L.2.11/Fd.2/08/2024, tanggal 29 Agustus 2024 dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum sehingga penahanan terhadap diri Pemohon sesuai Surat Perintah Penahanan atas diri Pemohon yaitu Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-2050/L.2.11/Fd.2/08/2024, Tertanggal 29 Agustus 2024 dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan oleh karenanya beralasan secara hukum agar  memulihkan harkat dan martabat Pemohon dalam kemampuan dan kedudukannya seperti semula dan memerintahkan Termohon untuk mengeluarkan Pemohon dari dalam tahanan.


Maka berdasarkan uraian fakta - fakta hukum yang diajukan oleh Pemohon, maka Pemohon dengan segala kerendahan hati dan demi tegaknya hukum di Negara kita tercinta ini, memohon kepada Yth., Ketua Pengadilan Negeri Binjai cq Hakim yang menerima dan memeriksa Permohonan ini berkenan memanggil para pihak pada hari yang telah ditentukan untuk itu dengan memberikan keputusan yang amarnya sebagai berikut :

1.    Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-554/L.2.11/Fd.2/03/2024 tanggal 13 Maret 2024 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-2046/L.2.11/Fd.2/08/2024, tertanggal 29 Agustus 2024 adalah tidak sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat;
3.    Memerintahkan Termohon untuk menghentikan penyidikan sesuai Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-554/L.2.11/Fd.2/03/2024 tanggal 13 Maret 2024 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-2046/L.2.11/Fd.2/08/2024, tertanggal 29 Agustus 2024
4.    Menyatakan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print-02/L.2.11/Fd.2/08/2024, tanggal 29 Agustus 2024 adalah tidak sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat;
5.    Menyatakan Termohon tidak memiliki cukup bukti untuk melanjutkan penyidikan sesuai Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-554/L.2.11/Fd.2/03/2024 tanggal 13 Maret 2024 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Nomor: Print-2046/L.2.11/Fd.2/08/2024, tertanggal 29 Agustus 2024
6.    Memerintakan Termohon agar mengeluarkan Pemohon dari tahanan;
7.    Memulihkan harkat dan martabat Pemohon dalam kemampuan dan kedudukannya agar kembali seperti semula;
ATAU
Apabila Ketua Pengadilan Negeri Binjai cq Hakim yang menerima dan memeriksa permohonan praperadilan ini berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).

 

Pihak Dipublikasikan Ya